Pak Agus adalah seorang wali kelas di salah satu kelas 8 di sebuah SMP Islam Terpadu di wilayah kabupaten Serang, Banten. Saat itu sekitar tahun 2010-an, era di mana mulai marak muncul media-media sosial.
Tantangan seorang guru kala itu adalah berhadapan dengan kebiasaan baru anak zaman modern, seperti main game, berselancar di dunia maya, ciutan-ciutan di medsos, dan sebagainya. Kebutuhan terhadap gawai (gadget/HP) mulai mengemuka di kalangan remaja.
Kebutuhan batin anak saat itu, memiliki sebuah resiko yang cukup mengkhawatirkan. Ketersediaan perangkat untuk memenuhi kesenangan anak menjadi hal utama. Jika anak dari kalangan ekonomi atas, itu menjadi hal mudah. Bagaimana jika anak tersebut memiliki ortu yang terbatas ekonominya? Inilah ujian terhadap Pak Agus kala itu.
Di suatu hari, kelas Pak Agus tiba-tiba menjadi gaduh. Salah seorang siswa mengadu dan melaporkan bahwa uang SPP bulanan milik temannya raib dari tas. Awalnya, anak (korban) tersebut menolak untuk melaporkan. Sebab, ia takut dimarahi ibunya. Namun, salah seorang temannya tetap melaporkan kepada gurunya, karena kasihan melihat temannya yang bersedih dan ketakutan. Dan perasaan yang tengah menggelayuti anak itu, terbaca pada status-statusnya di medsos yang juga terbaca oleh beberapa guru. Sekaranglah kesempatan untuk mengungkap itu semua. Bagi Pak Agus, momentum ini bukan sekadar untuk menyelidiki hilangnya uang SPP siswa saja, namun yang lebih penting dari itu, Pak Agus akan menganalisa nilai kejujuran anak-anak dengan cara mengajak ngobrol semua siswa di kelasnya.
Satu alternatif yang digunakan Pak Agus dalam mengatasi permasalahan ini yaitu dengan memaksimalkan curhat alias curahan hati. Curhat merupakan satu kebiasaan/fitrah seorang anak. Telah menjadi sebuah kelaziman di antara mereka, media sosial dipilih menjadi primadona ajang curhat. _Facebook, whatsapp, bbm, instagram, path, twitter,_ setiap menit dan setiap harinya mereka tak pernah bosan mengunggah ‘status’ di media-media sosial tersebut. Inilah yang mengakibatkan kekosongan jiwa dalm diri anak, sebab curhatan mereka tak dapat memenuhi jiwa. Sebab jiwa akan terpuaskan manakala berhadapan dengan jiwa manusia lainnya, (baca: orangtua), bukan benda mati seperti medsos dan kawan-kawannya. Pak Agus meyakini, dengan curhat, ngobrol dari hati ke hati, akan mendekatkan hati sekaligus membuka jiwa yang tertutup.
Mulailah seluruh siswa di kelas itu diajak curhat. Ada yang dipanggil khusus ke meja wali kelas, ada yang diajak ke luar kelas sambil duduk di teras kelas saat istirahat, ada juga yang didatangi langsung ke rumahnya. Hal pertama yang dilakukan Pak Agus memanggil siswa (korban) yang bernama Rahman (bukan nama sebenarnya). Dari situlah awal investigasi, sekaligus mengulik semua permasalahan hilangnya uang SPP Rahman.
Selama proses itu, Pak Agus menamai kegiatan ini ke anak-anak bukan dengan penyebutan penyelidikan. Guru bahasa Indonesia itu menyebutkan ke siswa bahwa beliau ingin curhat dengan kejadian hilangnya SPP Rahman. Jadi semua siswa satu kelas itu wajib datang apabila dipanggil, juga harus menjawab jika Pak Agus yang menemui. Alhamdulillah ini di antara kunci keberhasilannya nanti.
Seorang guru haruslah memiliki multi kecakapan, bukan hanya pandai mengajar. Guru haruslah juga berperan sebagai orangtua, kadang pula sebagai sahabat, atau sebagai komandan yang menghukum dengan disiplin tentaranya, serta berkemampuan juga seperti seorang konselor atau psikolog. Saat proses inilah fungsi guru yang mulia dan memiliki ragam kompetensi diuji.
Penyelidikan berlanjut berupa curhat kepada anak-anak yang dekat dengan Rahman, mengambil sampel alur peristiwa saat kejadian, ditanya di mana mereka saat peristiwa itu terjadi. Dan ikhtiar Pak Agus mulai menampakkan hasilnya, kala mewawancarai seorang siswa, dengan kalimat-kalimat kunci sebagaimana berikut.
“Nak, Bapak mau curhat. Bapak punya masalah pelik. Dengan hilangnya uang SPP Rahman, bapak merasa sangat sedih, karena ini berarti bapak gagal sebagai seorang guru, sebagai orangtua yang mendidik anak-anaknya supaya jujur. Dan ini juga berarti kami sebagai guru gagal menanamkan keyakinan akan adanya malaikat yang mencatat setiap perbuatan kita tanpa terlewatkan sedetikpun. Bisa bantu Bapak ya!”
Tanpa dinyana, kekuatan hati Pak Agus sepertinya mampu meluluhkan hati si fulan. Apalagi ada tambahan kalimat-kalimat dari Pak Agus, “Bapak tadi dan kemarin udah curhat sama teman-teman kamu yang lain. Dan akhirnya mereka pun mau cerita banyak. Bukan Cuma kejujuran tentang kasus Rahman ini, mereka juga curhat tentang dirinya. Bapak pun sudah bilang ke semua, jika memang ada yang berkenan jujur, pasti ada sesuatu yang sangat penting sehingga mata hatinya tertutup dan tergoda untuk mengambil uang Rahman. Dan bapak janji, jika jujur, bapak akan rahasiakan semuanya. Dan semua teman-teman tidak akan ada yang tahu. Insya Allah tak ada rasa malu kepada teman karena bapak akan tutupi, namun cukup kita merasa malu kepada Allah untuk kemudian bertobat dan mengakui kesalahan!”
Si Fulan yang awalnya terlihat mimiknya biasa-biasa saja (anak pun kadang lebih pintar bermain peran, dan guru harus memiliki kemampuan intuisi membaca polah seseorang), tiba-tiba berubah tegang dan menjadi sedih. kemudian secara mengejutkan Fulan secara jantan mengakui bahwa dirinya yang mengambil uang SPP temannya. Dia melakukan itu karena untuk dibelikan kebutuhan bermain game (kuota). Dan dia menunduk, menangis, hingga meminta kepada Pak Agus untuk berjanji tidak menceritakan ini kepada Rahman. Sebab, Rahman adalah teman paling dekatnya dan dirinya akan sangat merasa malu.
Setelah itu, Pak Agus meminta uang Rahman dikembalikan. Fulan diminta menceritakan ini kepada orangtuanya. Sebagai penguat dan pendampingan Fulan, Pak Agus pun bersilaturahim datang ke rumah Fulan untuk menyampaikan semuanya kepada orangtua Fulan. Uang Rahman sudah dipakai sebagian, lalu orangtua Fulan bersedia menggantinya kemudian meminta maaf kepada Pak Agus. Sampai dengan sekarang, peristiwa itu hanya diketahui oleh Pak Agus, kepsek dan ortu Fulan. Ortu Rahman yang dipanggil ke sekolah, menerima hasil ikhtiar Pak Agus dan tak mempermasalahkan jika pelakunya tak diberitahu.
Alqur’an menyebutkan, bahwa Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya (Al-Baqarah: 286) adalah penjelasan yang menguatkan keyakinan Pak Agus bahwa setiap masalah yang menerpa guru dan siswa pasti dapat diselesaikan. Allah akan memberikan kesulitan, selain diberikannya pula solusi pada setiap permasalahan apapun di dunia, termasuk masalah pelik hilangnya uang siswa ini akan dapat diselesaikan. Inilah keyakinan Pak Agus.
Dengan demikan, betapa luar biasanya curhat sebagai sarana efektif penanaman nilai pendidikan. Guru dapat memanfaatkan problematika yang hinggap pada diri siswa, masuk ke ruang galau mereka, menyelinap sebagai teman curhat yang asyik bagi mereka. Kepribadian mereka yang hampa, dapat diisi dengan tetesan kata-kata indah nan hikmah dari lisan seorang guru. Tentu saja kalimat-kalimat nasihat itu haruslah keluar dari hati suci guru.
Lantas bagaimana cara memulainya? Jawabannya adalah mulailah dari dialog. Dialog merupakan salah satu metode mendidik yang sangat baik. Dengan dialog seseorang tidak merasa digurui. Dengan dialog, akan terungkap motif atau faktor dilakukannya sebuah perbuatan. Dialog selalu dibutuhkan dalam sebuah proses pendidikan. Tanpa dialog sebuah pendidikan tidak akan lancar dan sulit membuahkan hasil yang diharapkan. Dan di dalam curhat, tak pernah dapat dipisahkan dengan dialog.
Dialog adalah salah satu kekuatan untuk menaklukkan musuh, tanpa harus berperang. Bagaimana sejarah membuktikan banyak peristiwa-peristiwa besar muncul terjadi berkat strategi jitu yang disebut dialog. Bahkan Allah SWT sendiri mencontohkan dialog ketika peristiwa penolakan Iblis menolak sujud terhadap Adam. Allah SWT tidak langsung murka dengan penolakan iblis, tetapi Allah melakukan dialog dalam upaya persuasif agar tahu alasan iblis di balik itu. Contoh lainnya saat penaklukkan Kota Mekkah, Rasulullah SAW pun berdialog terlebih dahulu dengan kaum Quraisy, dan ketika dengan gagahnya Salahuddin Al-Ayyubi menaklukkan Yerussalem setelah melakukan pendekatan dialogis dengan musuhnya.
Ayo, kita perbanyak dialog dengan anak, sabar mendengarkan mereka dan berikan jawaban nan solutif. Apatah lagi sudah dua tahun ini anak-anak mengalami kekeringan nasihat guru, dampak dari belajar daring di rumah akibat pandemi covid-19. Mumpung sekarang anak-anak sudah mulai kembali ke sekolah.
#InspirasiGuru
sumber : https://jsit-indonesia.com/2021/11/cerita-inspiratif-guru-curhat-meleburkan-kedekatan-guru-dan-anak/